Jakarta-Humas: Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Mahkamah Agung Republik Indonesia menjalin kerja sama dengan berbagai pihak baik dari dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya yaitu dengan Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad). Kerja sama yudisial ini sudah terjalin puluhan tahun. Kerja sama antara peradilan kedua negara ini didasarkan pada MoU Kerja sama Yudisial tahun 2018 yang akan berakhir pada awal 2023. Sebagaimana diketahui MoU kedua pengadilan ini berawal dari dari MoU yang ditanda tangani sembilan tahun lalu, yaitu tahun 2013 oleh Presiden Geert Corstens dan Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali,S.H., M.H.
Ketua Mahkamah Agung RI Prof Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H. dalam acara Pengantar Diskusi Implementasi Mekanisme Seleksi Perkara (27/09) menyampaikan bahwa sistem membaca berkas secara serentak merupakan satu kebijakan yang dikeluarkan Mahkamah Agung yang dikembangkan dalam kerjasama dengan Hoge Raad Kerajaan Belanda. Selain itu hasil kerja sama bidang yudisial lainnya adalah adanya sistem kamar, format putusan, dan yang lainnya.
Empat tahun pertama implementasi sistem kamar ditandai dengan upaya penyesuaian kerangka hukum oleh pimpinan MARI waktu itu untuk mencari pengaturan yang paling dapat diterima dan dapat dilaksanakan sesuai harapan. Sampai 2014 kerangka hukum sistem kamar tercatat mengalami total tiga kali perubahan, atau sekali dalam setahun, dan mungkin merupakan instrumen kebijakan internal Mahkamah Agung yang paling sering mengalami perubahan sampai saat ini. Kebijakan Sistem Kamar telah berturut-turut diubah oleh SK KMA 017/KMA/SK/II/2012, tanggal 3 Februari 2012, selanjutnya SK KMA 112/KMA/SK/VII/2013 tanggal 10 Juli 2013, sebelum perubahan terakhir oleh SK KMA 213/KMA/SK/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 .
Sebagai bagian dari perubahan berkelanjutan, pada 2013, Mahkamah Agung kemudian mengubah sistem pembacaan berkas perkara secara bergiliran yang telah diterapkan sangat lama di Mahkamah Agung dengan sistem pembacaan serentak oleh masing-masing anggota majelis hakim. Dengan sistem ini, selain mempercepat waktu penanganan perkara oleh majelis hakim agung, dan memotong jangka waktu penanganan perkara di Mahkamah Agung dari sebelumnya 12 bulan menjadi 8 bulan saja dari masuk sampai pengiriman kembali ke pengadilan pengaju.
“Selain mempercepat, sistem ini juga mendorong hakim agung untuk lebih mempersiapkan pendapat-pendapat hukumnya lebih baik lagi sebelum musyawarah majelis dilakukan,” kata mantan Ketua Pengadilan Negeri Bandung.
Ia menambahkan bahwa kebijakan terbaru yang diambil oleh Mahkamah Agung untuk memperkuat pelaksanaan sistem kamar adalah melakukan penyederhanaan format putusan sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 9 Tahun 2017. Sama halnya dengan penerapan sistem kamar, upaya penyederhanaan putusan MA sesungguhnya juga telah melalui dialog dan perbandingan dengan praktek pada Hoge Raad Kerajaan Belanda. Selain itu ditambah dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017 yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP hanya mengikat bagi pengadilan tingkat pertama menambah keyakinan Mahkamah Agung untuk segera menyederhanakan format putusan demi proses penanganan perkara yang lebih cepat, efisien, dan hemat biaya. Bayangkan, suatu perkara pidana yang biasanya memakan lebih dari 100 halaman bisa diringkas jadi sepersepuluhnya.
Pada kesempatan itu ia menjelaskan juga peran penting Hakim Pemilah dalam administrasi perkara dan menegaskan komitmen untuk memperkuat keberadaan Hakim Tinggi Pemilah dari sisi standardisasi, kapasitas, dan memastikan tersedianya jumlah Hakim Tinggi Pemilah yang cukup.
Acara pembuka dari rangkaian kunjungan Hogeraad Belanda ke Indonesia ini dihadiri oleh President Hogeraad Belanda Dineke De Groot, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H. para Ketua Kamar Mahkamah Agung, Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia, dan undangan lainnya.
Rangkaian kegiatan lainnya adalah diskusi panel dengan topik “Menjamin Kesatuan Hukum: Mekanisme Hukum Baru untuk Menjaga Kesatuan Hukum” pada Rabu 28 September 2022 pukul 10.00 WIB, di Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Diskusi panel dengan topik, “Penerapan Konsep Keadilan Restoratif oleh Pengadilan di Indonesia dan di Belanda” pada Rabu, 28 September 2022 pukul 14.30 WIB, di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, serta acara lainnya. (azh/RS/AS/photo:ADR/SNO)
Sumber : mahkamahagung.go.id