Jakarta-Humas: Mahkamah Agung Republik Indonesia menerima audiensi Bar Association Sabah Malaysia pada Senin siang (13/03) di ruang rapat Kepaniteraan Mahkamah Agung, Jakarta. Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung, Prof. Takdir Rahmadi, S.H., L. L.M.
Bar Association Sabah Malaysia merupakan perkumpulan advokat Sabah Malaysia. Tujuan kunjungan mereka ke Mahkamah Agung adalah untuk mempelajari lebih lanjut sistem peradilan di Indonesia dan melihat peluang investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Kedatangan kami bertujuan untuk memahami sistem peradilan di Indonesia dan melihat kemungkinan berinvestasi di Kalimantan Timur, kebetulan kami bertetanggga,” kata Roger Chin, President Sabah Law Society
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Takdir menjelaskan bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia merupakan lembaga yudikatif yang bebas dari pengaruh apapun dan siapapun. Lembaga ini didirikan pada 19 Agustus 1945. Ia dipimpin oleh seorang Ketua Mahkamah Agung yang didampingi dua Wakil Ketua Mahkamah Agung, yaitu Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial dan Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Non-Yudisial.
Ketua Kamar Pembinaan itu juga menjelaskan bahwa Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial membawahi Kamar Perdata, Kamar Pidana, Kamar Agama, Kamar Militer, dan Kamar TUN. Sedangkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial membawahi Kamar Pembinaan dan Kamar Pengawasan.
Pada kesempatan yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Peradi (Persatuan Advokat Indonesia) ini, Prof. Takdir menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan TUN (Tata Usaha Negara).
Para delegasi dari Sabah Malaysia yang berjumlah kurang lebih 20 orang itu terlihat sangat antusias mendengarkan penjelasan dari Prof. Takdir. Antusias itu terlihat dengan beberapa pertanyaan yang mereka ajukan, salah satunya adalah mereka menanyakan apa saja perkara yang ditangani oleh Mahkamah Syaríyah, hal ini mereka tanyakan karena di Malaysia juga memiliki peradilan yang sama.
Prof. Takdir bercerita bahwa di Provinsi Aceh (salah satu provinsi di Indonesia) juga terdapat Mahkamah Syariah. Mahkamah Syar’iyah merupakan Lembaga Peradilan Syari’at Islam di Aceh sebagai Pengembangan dari Peradilan Agama yang diresmikan pada 4 Maret 2003. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2003 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002.
Berbeda dengan Peradilan Agama, kata Prof. Takdir Mahkamah Syar’iyah memiliki kekuasaan untuk melaksanakan wewenang Peradilan Agama dan juga memiliki kekuasaan untuk melaksanakan sebahagian wewenang Peradilan Umum. Di antara kewenangannya yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara Al-Ahwa Al-Syakhshiyah; Mu’amalah; dan Jinayah;
Di akhir kunjungan, seluruh delegasi mengunjungi museum Mahkamah Agung. (azh/RS/photo:Sno)
Sumber : mahkamahagung.go.id